Jurnal PilarMedia | Alan Sidik
Woha BIMA, pilarmedianusantara.com – Seorang pria tanpa identitas yang diduga berasal dari Lombok ditemukan meninggal dunia di halaman Puskesmas Woha. Korban awalnya dibawa oleh warga Sumba dan dirawat di fasilitas kesehatan tersebut. Selama tiga hari perawatan, pria ini tidak menerima penanganan medis yang memadai dan akhirnya ditemukan meninggal di taman Puskesmas Woha.
Ironisnya, selama berada di puskesmas, korban hanya mendapat air minum yang tidak layak konsumsi, yakni air keran yang di isi didalam botol plastik serta nasi yang sudah basi. Pihak puskesmas menyebutkan bahwa kondisi korban memburuk setelah menghirup lem fox dan mengalami keracunan. Dalam kondisi tanpa identitas, pihak Puskesmas Woha merasa kesulitan untuk memberikan perawatan yang memadai.
Menurut Dr. Dewi, yang sering dipanggil Mimi, korban mengalami depresi, namun hal ini berbeda dengan pernyataan dari warga Lombok yang enggan disebutkan namanya. Mereka mengungkapkan bahwa kekurangan anggaran menyebabkan korban tidak mendapatkan perawatan yang diperlukan selama tiga hari, dan hanya bisa pasrah melihat kondisi korban yang memburuk.
Tragedi ini menggugah hati dan menyoroti kekurangan anggaran serta tantangan yang dihadapi fasilitas kesehatan dalam memberikan perawatan yang layak kepada pasien tanpa identitas.
Dalam wawancara lebih lanjut, beberapa saksi mata menyatakan bahwa selama periode perawatan, korban tampak sangat lemah dan tidak mendapatkan perhatian medis yang memadai. “Kami merasa sangat prihatin melihat kondisi korban yang semakin memburuk, namun kami tidak memiliki wewenang untuk melakukan tindakan lebih lanjut. Kami hanya bisa berharap agar ada solusi yang lebih baik,” ungkap salah satu warga yang menyaksikan kejadian tersebut.
Pihak Puskesmas Woha, dalam keterangannya, mengakui keterbatasan sumber daya dan fasilitas yang tersedia. Mereka menegaskan bahwa mereka berusaha semaksimal mungkin dalam situasi yang sangat menantang. Namun, kekurangan anggaran dan dukungan untuk kasus-kasus seperti ini sering kali menghambat kemampuan mereka untuk memberikan perawatan yang optimal.
Dalam pernyataan resmi, Dr. Dewi mengungkapkan penyesalannya atas kejadian tersebut dan menekankan perlunya perhatian lebih terhadap pasien yang tidak memiliki identitas. “Kita semua harus belajar dari kejadian ini dan bekerja sama untuk memastikan bahwa setiap pasien, tanpa memandang latar belakangnya, mendapatkan perawatan yang layak dan manusiawi,” kata Dr. Dewi.
Tragedi ini juga menyoroti perlunya reformasi dalam sistem kesehatan, terutama dalam hal penanganan kasus-kasus darurat dan pasien tanpa identitas. Beberapa pihak mendesak agar pemerintah dan lembaga kesehatan memperhatikan aspek ini lebih serius agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
Sebagai catatan tambahan, pengamatan lapangan menunjukkan bahwa korban adalah seorang pengamen yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Banyak yang merasa bahwa tragedi ini merupakan cermin dari ketidakberdayaan dan kurangnya perlindungan sosial bagi kelompok rentan di masyarakat.
Dalam akhir berita ini, masyarakat diimbau untuk lebih peka dan peduli terhadap sesama, serta mendukung upaya-upaya yang bertujuan untuk memperbaiki sistem kesehatan dan kesejahteraan sosial, agar setiap individu, tanpa memandang status atau identitas, dapat memperoleh perlakuan yang adil dan manusiawi. (red/pmn/alan)